Bila
umat muslim telah sampai di penghujung pada bulan Sya’ban, maka secara tidak
sadar naluri mereka akan tergerak. Berdoa kepada sang kuasa untuk disampaikan
kepada bulan yang sangat mulia, yaitu Ramadhan. Di samping keinginan itu, umat
muslim di Indonesia khusunya juga dipenuhi dengan kekhawatiran lainnya dan
pertanyaan yang besar, kapan puasa ?
Dan
inilah saat dimana objek yang hanya populer saat awal ramadhan, awal syawal,
hingga awal dzulhijjah di cari – cari keberadaannya. Sampai – sampai beberapa
stasiun televisi baik skala daerah maupun nasional pun ikut meliput objek ini,
yaitu hilal. Secara sederhana, hilal sendiri berarti bulan baru atau orang
melayu biasanya menyebutnya anak bulan.
Inilah
objek tipis yang ada di atas cakrawala, yang sangat dicari – cari oleh tim
rukyat lapangan hingga dinanti – nanti oleh seluruh umat islam yang menanti
keputusan pemerintah. Jadi tarawih mala mini atau tidak. Karena kepastian
datangnya ramadhan di Indonesia, seakan bertumpu pada palu persidangan yang ada
di kantor kementrian agama di Jakarta sana.
Sedikit
banyak hal ini menimbulkan sebuah kerancuan di kalangan masyarakat kita. Karena
ada salah satu organisasi masyarakat
terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah lebih memilih berijtihad lewat metode
hisab tanpa mengikuti ketentuan pemerintah. Dan hal ini adalah legal adanya,
mengingat tidak ada peraturan perundang – undangan menyangkut hal itu. Bagi
seorang yang sosialis, perbedaan memulai bulan yang penuh berkah seakan menjadi
masalah karena mengurangi tingkat kesemarakan dalam menyambut bulan seribu
ampunan tersebut.
Dan
sudah menjadi sebuah rahasia umum, bahwa pada tahun – tahun sebelumnya terjadi
perbedaan menjadi sebuah hal yang wajar. Bagi yang penasaran mungkin sudah
membangun tanda tanya besar dibenaknya, kenapa bisa sampai berbeda ?.
Sebenarnya, secara garis besar Muhammadiyah dan pemerintah (dalam hal ini
adalah NU) memakai metode yang sama. Yaitu sama – sama menggunakan perhitungan.
Dan mungkin anda akan mengelak, pemerintah memakai rukyat atau visibilitas
hilal ?
Memang
itu adalah langkah kehati – hatian pemerintah dalam menentukan hajat hidup
masyarakat muslim Indonesia. Salah satu bukti konkrit dimana pemerintah
melakukan hisab adalah terletak pada pembuatan kalender. Biasanya rukyatul
hilal dilaksanakan ketika telah sampai pada tanggal 29 Sya’ban, dan bisa dicek
pada kalender terbitan kementrian agama. Lantas bila metodenya sama, kemudian
apanya yang berbeda ?
Egonya
yang berbeda (hahaha bukan, itu merupakan pengalihan isu belaka :) ). Yang
menjadi benang kusutnya adalah kriteria yang dipakai. Jadi pada ilmu falak, ada
2 kriteria dalam menyikapi hal itu. Yang pertama adalah wujudil hilal pada
Muhammadiyah dan yang kedua adalah imkanur rukyat yang dipakai oleh pemerintah.
Pada
kriteria yang pertama, yaitu wujudil hilal bahwa yang penting hilal itu wujud.
Artinya, pada ketinggian berapa derajat pun di atas cakrawala, bila hilal itu
sudah wujud maka menurut Muhammadiyah itu sudah masuk bulan baru dan bulan
Ramadhan. Lain halnya dengan Pemerintah. Pada imkanur rukyat, mereka menetapkan
kriteria minimal adalah 3 derajat. Dan bila belum sampai pada ketinggian itu,
maka belum dikatakan masuk ke bulan baru.
Mengenai
hal ini, Prof. Thomas Jamaluddin yang merupakan ketua LAPAN atau Lembaga Antariksa
Nasional pun berkomentar bahwa kriteria yang dipakai oleh Muhammadiyah bisa
saja berbahaya pada keabsahan hilal itu sendiri. Dalam artian, ketika yang
penting wujud, maka Muhammadiyah harus berhati – hati terhadap bayangan akhir
bulan. Karena pada proses transisi menuju bulan baru, bulan juga memantulkan
sinar terakhir ke sisi sebelahnya yang bisa dianggap sebagai hilal bagi
Muhammadiyah.
Di
lain sisi, rukyatul hilal yang dilakukan oleh pemerintah juga seakan buang –
buang waktu tanpa ada sebuah kejelasan. Karena tak jarang sidang isbat relatif
lambat sementara umat islam kebingungan antara tarawih malam itu atau esoknya.
Dan bisa jadi, awan kumulunimbus di cakrawala menghalangi pandangan dalam
melihat visibilitas hilal. Kira – kira mana yang benar ? waallahu a’lam. Hingga
kini umat islam masih mengusulkan kalender hijriyah universal.
Sembari
menunggu projek itu selesai, kabar baiknya selama 5 hingga 7 tahun ke depan
berdasarkan analisa dari lembaga antariksa Amerika yaitu NASA, umat islam tidak
perlu khawatir dengan awal puasa karena sudah dipastikan akan selalu sama.
Menjadi sebuah anugerah dari sang pencipta karena telah menghadirkan bulan
seribu manfaat dengan penuh kesemarakan. Tinggal kitanya saja, mau memanfaatkan
atau tidak.
0 Response to "Puasa Kapan (Sama) ?"
Posting Komentar