Perkembangan
ilmu falak tak lepas dari faktor sejarah peradaban manusia. Karena setiap
periodisasi kehidupan pastilah memliki nalar logika serta pandangan yang
berbeda – beda mengenai alam semesta. Mari sejenak kita melintasi batas – batas
waktu dan kembali ke masa awal – awal peradaban manusia. Mungkin untuk
mempermudah pembahasan ini kita sebut sebagai zaman manusia purba.
Walaupun
tidak mengerti akan beraneka macam ilmu, namun manusia purba memiliki beraneka
macam keahlian untuk bertahan hidup. Seiring berkembangnya pemikiran otak
manusia purba, maka meningkat pula jenis keahlian yang mereka miliki. Mereka
sangat tertarik dengan keadaan langit pada waktu itu.
Terbukti
terdapat lukisan – lukisan di dinding tempat manusia purba. Ada yang menggambar
rasi bintang, peristiwa alam, hingga kebingungan mereka mengenai matahari dan
bulan. Saya pun bisa beranggapan bahwa mereka menyimpulkan sendiri makna
sebenarnya dari jagad raya ini. Jika mereka mampu berkomunikasi, pastilah akan
ada teori awal mengenai anggapan manusia tentang tata surya.
Mereka
menganggapnya selfsentris. Artinya manusia lah yang menjadi pusat tata surya.
Hal tersebut di dapat dari lukisan yang ada di dinding – dinding gua dengan
adanya bintang musim panas yang mengitari mereka. Memang itu hanyalah sebuah
anggapan yang kita tahu pastilah salah. Perkembangan lebih lanjut di masa
Yunani kuno, peristiwa astronomis sering dikaitkan dengan ramalan nasib.
Ramalan
menggunakan posisi benda – benda langit sangatlah populer di masa peradaban
Yunani kuno. Mereka menamai rasi – rasi bintang dengan nama – nama dewa
mitologi dalam kehidupan bangsa Yunani. Berbeda halnya dengan peradaban
masyarakat jawa di tengah kekolotannya. Mereka beranggapan akan terjadi bencana
atau dewa tengah marah bila terjadi gejala alam semisal gerhana, hingga bintang
jatuh.
Walaupun
demikian, muncul lah beberapa tokoh awal pencetusan teori tata surya semisal
Aristoteles (384-322 SM) dan Ptolomeus (140 M). Bagi Aristoteles, bumi adalah
pusat tata surya. Sementara orbit melingkar yang dilalui oleh benda – benda
langit berbentuk lingkaran dengan bumi berada di tengah – tengahnya dalam
keadaan stasioner atau tidak bergerak. Teori awal ini juga disebut sebagai
Geosentris.
Sementara
Ptolomeus sepakat dengan teori yang diajukan oleh Aristoteles. Yang kemudian ia
tambah dan dimasukkan dalam buku karya besarnya mengenai perbintangan yang
bernama Syntasis. Ptolomeus menambahkan bahwa benda – benda langit seperti
halnya planet bergerak di lintasan bola langit. Sementara langit sendiri
menurut definisinya merupakan sebuah tempat bagi bintang – bintang sejati.
Walaupun
demikian di dalam bukunya tidak dijelaskan mengenai definisi bintang yang masih
campur aduk dengan definisi planet. Sehingga ptolomeus menyimpulkan bahwa
lintasan dari benda langit tersebut berada pada dinding bola langit. Sebuah
pemikiran yang irrasional namun banyak yang percaya dan mendukung, utamanya
adalah gereja.
Selepas
perang salib, gereja menjadi otoritas tertinggi pada beberapa negara baik
masalah ekonomi, politik, hingga ilmu pengetahuan. Gereja pun menambahkan bahwa
di atas bumi terdapat surga sementara di bawah bumi terdapat neraka. Dan
anggapan serta teori ini telah bertahan sangat lama dan menunjukkan power
gereja pada ilmu pengetahuan.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, mengingat
terdapat doktrin dari gereja yang mana membuat para pemikir ketakutan. Bahwa
siapa saja yang menentang kebenaran teori gereja, akan diburu dan dibunuh.
Walaupun demikian, beberapa kelompok ilmuan yang menamai dirinya sebagai Illuminati
artinya pencerahan dalam ilmu pengetahuan yang dipimpin oleh Galileo Galilei
terus mengadakan pertentangan mengenai teori Geosentris.
0 Response to "Sejarah Ilmu Falak Kuno"
Posting Komentar